My Cy-World

Just for fun. Take out with full credit!

Selasa, 17 Agustus 2010

(cerita panjang berseri) Hati yang Tersentuh [part 1]




Sore itu aku sedang menjalankan rutinitasku yaitu menyaksikan drama korea. Aku adalah seorang ’maniak’ atau penggemar berat Korea. Aku menyukai segalanya yang berhubungan dengan Korea. Mulai dari lagu, drama, film, fashion, dan makanan pun aku suka. Aku suka sekali pada Korea! Musik yang aku dengar setiap hari adalah musik dan lagu yang berasal dari Korea. Entah kenapa, rasanya Korea telah menyatu dalam diriku. Meskipun aku sangat mencintai Korea, tapi aku berusaha untuk tidak lupa pada tempat dari mana aku berasal. Mama selalu mengatakan hal yang sama dan membosankan ketika demam korea-ku mulai naik. ”Cintailah negerimu, nak.” Kata-kata itu selalu terngiang dalam benakku. Tapi, aku rasa omongan orang tuaku memang benar. Jadi, aku menurut saja.
Hatiku kembali kesal. Dramanya terasa sangat singkat (mungkin durasinya lama juga. Hanya saja, aku yang merasa dramanya berjalan begitu cepat). Kenapa tidak diperpanjang episode untuk hari ini??!!! Tapi, ya sudahlah. Seharusnya aku banyak istirahat karena sedang flu. Tapi, sejak tadi aku belum beristirahat. (Hahaha..... aku anak yang nakal ya..) Beruntung ini masa liburan, sehingga aku tidak perlu menyiapkan pelajaran. Karena tidak ada kegiatan, aku memilih untuk berbaring di kamar saja.
Aku asyik bercerita sehingga lupa memperkenalkan diriku (haha,.. maaf. Aku memang orang pelupa). Aku Angela Corine. Aku duduk di kelas 3 SMP. Aku sudah lulus dan akan beralih menjadi pelajar SMA sekaligus remaja. Ayahku adalah seorang konglomerat sekaligus pengusaha yang aku dengar dari orang-orang di sekitarku adalah salah satu pengusaha terkaya di negeri ini.
Kembali ke situasi kamarku yang sangat sunyi, merasa sangat bosan, aku mengambil remote dan menyalakan audio player dengan home teater yang membuat suara musik terdengar begitu merdu dan menggelegar di dalam kamarku. Tapi rasanya tetap saja berbeda. Berada di kamar yang besar sendirian, aku merasa kesepian dan tidak nyaman. Padahal, papa telah menyediakan fasilitas lengkap untukku. Meskipun begitu, aku tetap merasa ada sesuatu yang kurang. Di lingkungan sekitar rumahku, aku tidak memiliki teman. Karena selain aku dijaga ketat oleh penjaga suruhan papa atau yang biasa kita kenal sebagai bodyguard, anak-anak di sekitar sini juga pendiam dan jarang keluar rumah. Aku hanya merasa senang ketika berada di sekolah. Tapi ketika sampai di rumah, hari-hariku kembali terasa suram. Merasa bosan dengan lagu, aku mematikan audio player-nya dan beralih ke saluran televisi luar. Menyaksikan saluran televisi luar negeri seperti Korea, Jepang, Amerika dan lain-lain sudah merupakan hal yang biasa untukku. Jadi, jangan heran kalau aku kembali bosan. Aaarrrgghhh,,....!!!!! kenapa hidup ini terasa sangat membosankan?!
Suara klakson mobil papa terdengar menderu-deru memanggil satpam atau salah satu pelayan untuk membuka pintu gerbang. Aku merasa lebih baik ketika mengetahui papa sudah pulang. Aku selalu menantikan makan malam bersama dengan papa yang hanya bisa kunikmati bersama keluarga disaat tertentu saja. Jarang sekali dan istilahnya, dapat dihitung dengan jari. Aku segera berlari keluar kamar dan menuruni tangga secepat mungkin (hampir saja aku terpeleset dan terjatuh. Tapi rupanya, Tuhan menjagaku. Puji Tuhan!) ”Papa!” teriakku sambil berlari dan jatuh dalam pelukan papa.
”Papa sangat lelah. Ayo kita duduk dulu” kata papa mengawali pembicaraan kami dengan kalimat yang sangat jelas, padat, dan singkat. Kami segera menuju sofa  yang paling dekat dengan tempat kami berdiri tadi.
”Ah,.. lelahnya...” kata papa. Papa biasa menggodaku dengan kata-kata ini karena tahu aku pasti akan bersedia memijatnya. Sebelum papa melanjutkan kalimatnya, aku berusaha untuk berbicara duluan.
”Maaf pa, mendahului. Tapi aku sudah mengerti sinyal itu. Dan aku sudah menjawab sinyal itu.”
Aku beralih tempat, duduk disebelah papa persis dan mulai memijat langannya.
”Enak...” pamernya.
”Ayo bayar!” kataku sambil berusaha menyembunyikan tawaku.
”Malas ah,.. pemijatnya nggak mutu...” balas papa.
”Kalau begitu, pijat sudah sampai di sini ya!”  kataku sambil berpura-pura melepaskan tanganku dari lengan papa. Dengan cepat papa menyahut,
”Baiklah, akan papa bayar dua kali lipat. Atau tiga kali lipat? Atau berlipat-lipat?”
”Tidak. Aku kan anak baik pa,..” kataku sambil meringis. Papa hanya mengelus-elus rambutku.
”Pa, mama ke mana? Kok seharian ini belum kelihatan?” tanyaku saat suasana mulai sepi lagi tanpa ocehan.
”Mama sedang pergi ke luar kota untuk beberapa hari. Oh iya, besok papa akan pergi ke Jepang.”
Glek,.. aku hanya dapat menelan ludah membayangkan aku tenggelam dalam kesendirian dan kesunyian rumah ini. Sepertinya papa dapat membaca perasaanku sehingga papa melanjutkan kalimatnya. ”Mau ikut main ke Jepang? Kamu sudah tiga tahun ini belajar bahasa Jepang, kan? Pastinya  kamu sudah mulai lancar berbahasa Jepang. Kita akan main sebentar ke sana.”
Suasana hatiku berubah seketika. Setelah mencium pipi papa sambil mengucapkan terima kasih, aku segera berlari ke kamar. Menghempaskan tubuhku di atas ranjang yang empuk. ’Akhirnya bisa bebas dari kurungan ini’ batinku.
Esoknya, aku bangun pagi-pagi sekali. Aku merasa bersemangat hari itu. Aku akan sedikit bebas, meskipun para bodyguard pasti akan mengikutiku di belakang. Mereka selalu menjagaku dan memastikan aku tetap dalam keadaan yang aman. Aku sudah hafal sikap para bodyguard itu. Setiap kali aku melengkungkan tubuhku sedikit (sengaja maupun tidak sengaja) beberapa bodyguard pasti akan menghampiriku, mungkin mengira aku terlalu lelah atau mau tidak sadarkan diri alias pingsan.
Aku harus melalukan perjalanan berangkat ke Jepang, total sekitar 5 jam lebih. Hal yang membuatku begitu gembira bukanlah karena aku pergi ke Jepang, melainkan karena aku bisa sedikit bebas, bermain sebentar dengan papa. Dibanding pergi ke luar negeri, bersama keluarga merupakan hal yang lebih penting dan membuatku bahagia yang jarang kurasakan. Kini, aku sudah tiba di bandara dan bersiap-siap berangkat ke Jepang. Asyik!
Aku memilih untuk duduk di pesawat pertama. Papa memberangkatkan dua pesawat. Pesawat yang satu untuk kami pribadi dengan beberapa asisten papa. Pesawat yang satu lagi untuk para pelayan dan bodyguard. Papa selalu ingin tetap berada dalam keadaan aman. Jadi, setiap kali bepergian ke mana pun, papa selalu membawa beberapa penjaganya.
Di perjalanan, lagu-lagu Korea mendominasi hati dan pikiranku. Aku tidak tahu mengapa, tapi setiap kali aku mendengar lagu Korea, hatiku selalu merasa tenang. Apalagi ketika mendengar Kim Sang Bum (aktor asal Korea) menyanyikan salah satu lagu bertajuk ”Jigeum Mannareo Gamnida” yang menjadi salah satu soundtrack lagu dalam salah satu drama Korea, Kkotboda Namja atau yang biasa dikenal dengan nama Boys Over Flowers atau Boys Before Flowers (BBF). Hatiku merasa tenang dan tenteram sekali ketika mendengar lagu tersebut.
”Tunggu!” teriak seseorang di kejauhan. Aku tersentak kaget dan membuka mataku. Disekelilingku hanya terdapat pohon-pohon musim gugur dalam jumlah banyak. Aku tidak melihat siapa pun selain diriku yang berada di tempat itu. Mulutku menganga. ’Tidak! Tadi aku berada di pesawat. Kenapa bisa berada di sini?!’ aku melompat setinggi-tingginya dan teriak-teriak seperti orang gila saking takut dan paniknya.
Krek... kresek... kresek...
Bunyi itu membuatku melompat kaget. Ada apalagi?!
Tiba-tiba angin bertiup kencang, menyapu debu dan guguran daun. Aku menutupi wajahku dengan tangan, antisipasi agar mataku tidak kemasukan debu. Tapi, alhasil, percuma saja. Beberapa debu dapat menyelip diantara jari-jariku dan masuk ke mataku. Aku meringis kesakitan. Angin, debu, dan dedaunan menerpa wajahku. Dan saat itu juga, aku mendengar seseorang berteriak lagi. ”Tunggu!” Aku yang sedari tadi menutup mataku mencoba membuka sedikit mataku dengan usaha yang tidak mudah dan melihat seorang wanita dewasa yang sedang mengejar seorang anak kecil yang berlari ke sana-kemari. Ketika aku sedang melihat kejadian itu, angin bertiup semakin kencang, lebih kencang dan lebih kencang lagi. Tiupan anginnya sangat kencang sehingga aku harus bersusah payah untuk tetap berada di tempat. Tubuhku digerakkan dan di bawa mundur oleh dorongan angin itu, membuatku terpaksa berteriak keras : ”Tolong!”
”Nona, nona..”
Suara itu! Aku sangat mengenali suara itu!
”Tenanglah nona. Mohon tenang sebentar.”
Aku membuka mataku dan mendapati diri sedang duduk dalam keadaan yang tidak baik. Jika dilakukan dalam jangka waktu yang lama akan membuat tubuh kita pegal-pegal. Dan memang benar, ketika aku membenarkan posisi dudukku, aku merasa badanku sakit semua. Pak Lee, asisten kedua papa, yang merupakan warga negara Korea menatapku dengan tatapan bingung.
”Ayah nona sedang beristirahat. Mohon tenang nona. Dia sangat lelah hari ini. Jadwalnya sangat padat dan dia butuh istirahat. Apakah nona merasa kurang enak badan?”
”Tidak. Saya merasa baik. Hanya saja, sekarang badan saya terasa pegal dan sakit. Sebenarnya apa yang terjadi dengan saya, sampai-sampai anda membangunkan saya?” tanyaku bingung.
”Maaf nona. Tapi tadi nona berteriak minta tolong, menangis dan meraung-raung seperti sedang kesulitan dan mengalami masalah.” jawabnya sambil membungkukkan badan pertanda menyesal dan meminta maaf.
”Oh, begitu ya. Terima kasih sudah peduli pada saya. Tidak. Anda tidak perlu menyesal dan meminta maaf. Saya sangat senang karena anda dapat melepas dan mengeluarkan saya dari mimpi buruk saya tadi” jawabku sambil tersenyum.
”Jika nona ingin beristirahat kembali, mari saya bantu untuk meposisikan tempat duduk nona. Apa nona belum tahu pesawat ini memiliki tempat duduk flatbed* ?” kata Pak Lee menawrkan diri.
(*Flatbed adalah tempat duduk dalam pesawat yang bisa diposisikan menjadi seperti tempat tidur.)
”Saya tahu. Tidak, terima kasih. Anda sudah melakukan banyak hal untuk membantu saya. Lebih baik, anda beristirahat saja bersama dengan Pak Johnson.”
Pak Johnson adalah asisten papa yang pertama atau yang utama. Beliau berasal dari Amerika dan bergabung dengan grup papa sekitar empat tahun yang lalu. Aku merasa malu dan pipiku memerah ketika Pak Johnson melewati tempat dudukku dan membungkukkan badan padaku. Aku pikir, Pak Johnson sedang beristirahat. Karena aku yakin, dia juga pastinya sangat lelah.
”Maaf nona. Kami sudah beristirahat beberapa jam yang lalu dan sebentar lagi kita akan sampai di Jepang.” kata Pak Lee tersenyum.
”Oh, sudah mau sampai rupanya...” gumamku sambil melihat ke luar jendela. Dan ternyata benar. Aku mengenali lingkungan sekitar tempat ini. Meskipun aku melihat dari atas, tapi setiap aku melewati tempat aku merasakan sesuatu yang berbeda.
”Pesawat sudah sampai di daerah kota Tokyo. Mohon untuk mempersiapkan diri.” pilot Papa berkata melalui pengeras suara.
Perlahan-lahan kami mulai mendarat. Perdana menteri grup papa sudah menunggu di bandara. Angin sepoi-sepoi berhembus ketika aku menginjakkan kaki di tanah Jepang, tempat kelahiran papa. Setelah bersalaman dengan kerabat papa, aku segera masuk mobil. Aku berangkat lebih dulu karena merasa sudah terlalu lelah. Tetapi papa harus bertemu dengan beberapa tamunya. Jadi aku pergi dengan salah satu asisten papa dan beberapa pelayan.
Begitu sampai di residence, aku segera mencari kamarku. Kamarku bernomor 112, di lantai dua. Kamarku bersebelahan dengan kamar papa. Ketika menemukan kamarku, aku langsung membuka pintu dan menikmati empuknya ranjangku. Pengawal papa membawakan tas dan koperku. Sambil mengecek seluruh isi kamarku, memastikan semuanya aman dan dalam keadaan baik. Seharusnya aku tidak melupakan koper dan tasku supaya yang masuk ke dalam kamarku tidak perlu pengawal sebanyak sekitar 10 orang. Aku ingin kamarku sepi tapi nyaman. Ya sudahlah, yang sudah terjadi biarkan terjadi.
”Tolong tinggalkan aku sendiri. Aku ingin tidur siang sebentar” kataku pada kepala pelayanku.
”Baik, nona.” kata kepala pelayanku sambil membungkuk sembari meninggalkan kamarku.
’Akhirnya bisa sendiri’ pikirku senang. Setelah mencuci muka, sikat gigi dan mencuci tangan dan kaki, aku berdoa agar saat aku terlelap, jangan sampai mimpi yang aku alami saat di pesawat itu kembali lagi. Dan permohonanku terkabul. Tidurku pulas sekali. Aku merasa seratus kali lebih baik setelah menikmati tidur panjangku. Tiba-tiba seseorang mengetuk pintu kamarku. Hampir saja aku melonjak ketakutan. Kamarku yang sunyi diganggu oleh suara ketukan itu! Menyebalkan sekali. Rupanya kepala pelayanku yang mengetuk pintu.
”Masuk” jawabku.
”Waktu minum teh, nona. Tuan ingin bertemu dengan nona di bawah” katanya singkat, lalu pergi. Aku segera mencuci wajahku yang berminyak, bersiap dan turun ke taman bawah.
Aku menemukan papa sedang bersama dengan seorang lelaki remaja seumuranku. Aku menghampiri papa yang sedang sibuk membaca koran. Aku berdiri terpaku. Siapa lelaki itu? Mengapa dia bisa berada bersama papa? Apakah itu pelayan baru papa? Tapi kulitnya sangat bersih, mulus dan putih. Aku saja sampai iri melihat kulitnya yang terlihat sangat lembut itu. Dan, wow,... badannya seperti model. Ramping dan keren...
Rupanya keberadaanku sudah diketahui oleh papa. ”Ayo duduk.” Kata-kata papa mengagetkanku yang sedari tadi melamun dan menarik perhatian lelaki itu yang tadinya sedang asyik membaca buku. Kami saling pandang selama beberapa detik, lalu aku segera menempatkan diri duduk di sebelah papa. Papa dan lelaki itu berdiri sebagai sedikit sambutan atas kedatanganku. Tanpa basa-basi, papa segera mengenalkanku dengan lelaki itu. ”Dia anak teman papa dari Korea. Jang Geun Yoon. Kebetulan, Geun Yoon dan ayahnya juga sedang berlibur ke Jepang. Jangan khawatir kalau kamu belum terlalu lancar bahasa korea. Dia bisa berbahasa Indonesia, kok” kata papa. Dua kalimat terakhir dia ucapkan dengan bisikan supaya tidak terdengar. ”Geun Yoon, ini anak om, Angela Corine.”
”Hai. Senang berkenalan denganmu. Aku, seperti yang sudah dijelaskan oleh ayahmu, aku Jang  Geun Yoon” katanya sambil tersenyum dan mengulurkan tangannya. Aku menyambutnya dengan hangat sambil berkata ”Senang berkenalan. Aku Angela Corine. Tapi kamu bisa memanggilku Yoon Jung Hye. Itu nama koreaku” kataku sambil tertawa kecil. Aku merasa aneh ketika mengucapkan kalimat itu. Samar-samar aku melihatnya ikut tertawa dan menatapku lekat-lekat saat aku tertawa tadi. ”Senangnya punya teman baru dari Korea,” tambahku. ”Jangan sampai kehadiranku membuat kalian berdiri terus sejak tadi.” Sepertinya, kalimatku yang terakhir sangat berpengaruh bagi mereka. Serentak, papa dan Geun Yoon segera duduk kembali.
”Corine, sore ini kita akan ke gereja. Setelah itu kamu boleh berjalan-jalan keliing kota Jepang” kata papa memecah keheningan.
”Tapi aku nggak mau ditemani banyak pengawal. Cukup 1 atau 2. Itupun, di belakang saja ya...” kataku sambil mengekspresikan wajah seperti sangat memohon agar papa mau mengabulkan permintaanku. ”Iya. Baiklah.” Hatiku begitu lega mendengar kalimat papa yang satu itu. ”Tapi, kamu harus ditemani Geun Yoon. Dia sudah agak lama berada di Jepang. Beberapa minggu yang lalu dia sudah tiba di sini. Jadi, dia sudah mulai hafal tempat-tempat di sekitar sini.” lanjut papa sambil tertawa terkikik. Senyumku sedikit memudar, kemudian kembali tersenyum ceria. Meskipun merasa kurang enak, tapi dia kan teman baruku. Aku tidak mungkin langsung menyakiti hatinya. Aku menatap Geun Yoon dan dia membalasnya dengan tatapan hangat.
Sore itu aku bersiap-siap untuk pergi ke gereja. Aku masih punya waktu 15 menit sebelum di jemput untuk pergi ke gereja. Lebih baik aku menemui anjingku yang dipelihara di sini saja. Namanya Jolly. Aku memberi nama Jolly dari nama anjing di salah satu drama Korea. Ketika aku hampir dekat di kandangnya, terdengar suara Jolly. Kedengarannya dia sedang gembira sekali. Aku rindu sekali pada gonggongan gembiranya itu. Jangan-jangan dia juga sangat merindukanku jadi belum sampai di kandangnya saja dia sudah tahu bahwa aku akan datang menemuinya. ’Jolly itu memang anjing yang pintar’ pikirku. Tapi betapa kagetnya aku. Dia menggonggong bukan karena tahu aku akan datang. Dia sedang bermain dengan Geun Yoon! Hatiku sedikit kecewa karenanya.
Penglihatan Geun Yoon tajam juga. Dia bisa melihatku dalam jarak yang cukup jauh. Dia segera berlari menghampiriku sementara Jolly mengikutinya di belakang. Dia terengah-engah ketika sampai di dekatku.”Eh, tuan puteri Jung Hye sudah datang!” godanya.
”Enak saja. Aku bukan tuan puteri tau!” Kami tertawa bersama.
Dia duduk di rumput empuk taman samping. Tampak sangat kelelahan. Aku akan membuat kejadian ini seperti adegan dalam drama Korea. Aku mengambil sapu tanganku dan menyeka keringatnya.
”Terima kasih” katanya.
”Ch’onmaneyo” jawabku.
”Kamu bisa berbahasa Korea?” tanyanya.
”Tidak terlalu” jawabku.
”Kalau begitu kita berbicara menggunakan bahasa Korea saja” katanya.
”Maaf. Tapi aku akan sulit berbicara karena setiap kali aku berusaha untuk berbicara bahasa Korea. Bisa-bisa, aku akan membisu seharian” kataku sambil mengangkat alis.
”Huummm... baiklah. Permintaanmu aku terima. Berarti, kamu juga harus menuruti 1 permintaanku,” ucapnya. ”Bawalah aku pergi bersamamu malam ini ke tempat yang kau sukai. Biarkan aku di sampingmu, menemanimu.”
Hatiku terasa sedikit hangat mendengar kalimat tersebut. Ini malah benar-benar seperti drama Korea. Aku suka setiap adegan yang seperti ini!
Aku hanya tersenyum mendengar kalimatnya itu. ”Iya, baiklah. Aku suka jalan-jalan. Apalagi kalau ditemani. Tapi kalau ditemani bodyguard, aku malah benci.”
”Sepertinya, waktu yang dinantikan sudah hampir tiba. Aku mau berganti pakaian dulu ya...” Geun Yoon meninggalkanku sambil tersenyum. Di kejauhan aku mendengar samar-samar dia berseru dengan suara cukup keras. Seperti seruan bahagia. Aku memukul kepalaku. Aku pasti sedang bermimpi atau berimajinasi. Geun Yoon itu anak yang pendiam, istilahnya kalem. Dia orang yang santai dan hangat. Dia tidak mungkin berteriak atau berseru, karena dia pasti sudah tahu papa tidak menyukai seseorang berbuat hal yang mengakibatkan kegaduhan di dekatnya atau di lingkungannya. Itulah alasan mengapa papa membuat suasana rumah sesenyap mungkin. Tapi, menurutku juga tidak baik terlalu sepi. Aku suka suasana yang sepi, tapi hanya di waktu-waktu tertentu. Papa terlalu berlebihan, sampai-sampai rumah kami seperti kuburan sunyinya. Sambil menunggu Geun Yoon bersiap-siap, aku memutuskan untuk bermain sebentar dengan Jolly. Dia anjing yang manis dan penurut. Aku selalu merasa bahagia ketika bermain bersama dengannya. Terasa ada perubahan perasaan. Aku merasa lebih baik setelah bermain bersama Jolly.
Aku ingin berlama-lama dengan Jolly. Tapi waktu mendesakku agar segera kembali ke halaman depan. Maka dari itu aku menitipkan Jolly pada pelayanku yang biasa mengurusnya dan berlari kembali ke halaman depan. Mataku membulat. Dan sepertinya mulutku menganga. Ya Tuhan, apa benar itu dia? Geun Yoon tampak berdiri dengan anggun seperti lelaki sejati yang dicari seluruh orang di dunia. Aku segera menutup mulutku, dan membuat mataku tampak seperti biasa. Tapi, aku rasa, mata ini tidak bisa kembali normal. Seperti ada yang mengganjal. Aku mendekatinya.
”Kau... Geun Yoon?” tanyaku.
”Tentu saja. Siapa lagi kalau bukan aku?!” jawabnya sembari tersenyum. Senyum termanis yang pernah kulihat seumur hidupku. Aku merasa aneh, merasa ada sesuatu yang janggal dalam diriku ketika aku melihat senyum manisnya. Darah hangat mengalir berirama, Jantungku! Ya. Aku merasa ada yang tidak beres dengan jantungku. Spontan, tangan kananku menyentuh dadaku. Detakan jantungku, cepat dan terasa sekali saat aku menyentuhnya. Untuk menghindari kejadian yang tidak di inginkan, aku segera berlari masuk ke dalam rumah, mencari-cari air mineral. ’Aku ini kenapa sih? Masa, air mineral saja sampai lupa di mana letaknya. Tentu saja di lemari pendingin atau dapur, lah!’ batinku. Setelah mengambil air mineral, aku segera membuka segelnya dan meminumnya. Aku habiskan hingga tidak tersisa satu tetes pun. Setelahnya, aku merasa sedikit lebih baik. Mendadak, ada seseorang yang menarik tanganku dan menyeretku agar aku mengikutinya. Tarikannya seperti ajakan. Tidak sakit. Siapa sih?! Kalau pelayan, mereka tidak akan berani berbuat hal semacam itu padaku. Sekalipun mereka akan melakukannya, mereka pasti akan meminta ijin terlebih dahulu padaku. Siapa orang misterius ini?
Ketika rambutnya tertiup angin, barulah aku sadar siapa dia. Geun Yoon. Aku mulai merasa tidak enak dan tidak nyaman. Kenapa ya? Seharusnya aku bahagia memiliki teman seperti dia. Tetapi kenapa malah begini? Dia menarikku masuk ke dalam mobil. Rupanya, pak sopir sudah menungguku sejak tadi. Untung Geun Yoon mengajakku dan menarikku. Jika tidak, aku pasti terlambat sampai di gereja.
”Maaf aku tadi menarikmu. Terasa sakit di pergelangan tanganmu?” tanyanya halus sambil menyerahkan kepadaku sebotol air mineral.
”Tidak. Apa ini?” tanyaku balik.
”Ini untukmu. Air mineral. Aku dari tadi mengawasimu. Kau minum banyak air putih, padahal waktu sudah hampir tiba. Jadi aku menarikmu dan sebelumnya, aku sudah mempersiapkan ini. Siapa tahu, acara minum-minummu belum selesai” jawabnya panjang lebar.
”Ah,... itu... sudah. Terima kasih.” Aku mengambil botol air mineral yang masih berada dalam genggamannya.
Ternyata, Geun Yoon ternyata juga taat beribadah. Dia serius dalam mengikuti perayaan ekaristi (perayaan ibadah) sore itu. Dia berdoa dengan sungguh-sungguh. Kehadirannya di dekatku membuat jantungku tidak henti-hentinya meraung-raung seperti alarm kebakaran. Aku berusaha sebisaku agar aku dapat tenang dan dapat mengikuti perayaan ekaristi dengan baik sore itu.
Setelah perayaan ekaristi selesai, aku segera masuk ke dalam mobil. Mataku terasa sangat berat. Ketika di perjalanan, aku menyandarkan kepalaku pada bahunya. Aku lupa bahwa itu Geun Yoon. Bukan papa.
Pagi harinya, Geun Yoon sudah duduk di sebelah tempat tidurku. Dia tersenyum melihatku sudah bangun.
”Tidurmu nyenyak sekali. Jam 8 pagi baru bangun” katanya.
”Benarkah? Umm,...  Oh, tidak! Maaf! Aku melupakan acara kita yang seharusnya kita lakukan kemarin malam. Maaf sudah merepotkanmu!” ucapku sambil menundukkan kepala.
”Aku lebih senang bersantai denganmu siang ini. Karena, pasti kau lebih menikmati dibanding jika kita berjalan-jalan kemarin malam. Bisa-bisa aku harus menggendongmu pulang,” katanya sambil berdiri. ”Sudah kusiapkan makanan untukmu. Mandi dan bersiaplah. Aku akan menunggumu di taman depan.”
Aku menunggunya sampai keluar kamar. Setelah dia pergi, aku segera menyantap makanan yang telah dihidangkannya untukku. Jika benar dia yang memasak makanan ini, menurutku masakan ini enak sekali. Dia pintar memasak rupanya.
Aku berusaha untuk membuatnya tidak terlalu lama menunggu. Sepuluh menit kemudian, aku sudah berada di hadapannya. Aku baru sadar, model pakaian kami sama. Celana jeans, kaos putih, jaket hoodie, sepatu kets, dan topi dengan warna hitam. Bagaimana bisa sama?!
”Jung Hye, ayo kita berangkat!” katanya bersemangat. Kami berjalan beriringan sambil bergandengan tangan menuju mobil. Rasanya menyenangkan dapat bersama-sama dengannya. Tapi, rasa janggal itu pasti juga muncul setiap kali aku bersamanya.
Hari itu terasa menyenangkan sekali. Kami bisa tertawa sepuas hati. Menyenangkan diri, melakukan hal-hal yang menyenangkan, tanpa ditemani bodyguard. Ini sangat mengasyikkan!
Setelah lama berjalan keliling kota, mampir ke supermarket, sekarang hanya berkaraoke ria dan menonton film yang belum kami lakukan. Kami sepakat untuk menyaksikan film terlebih dahulu. Film yang kami saksikan sangat mengharukan, sampai-sampai mataku memanas. Hampir saja aku menjatuhkan air mataku, tapi Geun Yoon sudah lebih dulu memberiku sapu tangannya. Aku mengusap air mataku yang masih saja sempat jatuh, dan mataku yang berkaca-kaca. Selesai menonton film, kami segera mencari tempat untuk berkaraoke yang nyaman dan menyenangkan. Kami memilih tempat karaoke dengan lagu paling lengkap dari seluruh dunia.
Kami bernyanyi bersama. Suaranya lembut dan indah. Dia juga pintar bernyanyi rap.
”Jung Hye, kau tahu Super Junior, boyband asal Korea Selatan?” tanyanya ketika kami akan memilih sebuah lagu lagi untuk kami nyanyikan bersama.
”Iya. Aku tahu. Aku suka sekali Super Junior! Aku mengoleksi album dan lagu-lagu mereka. Aku juga menyempatkan waktuku untuk menyaksikan konser mereka”  jawabku.
”Bagus. Berarti, kamu bisa menyanyikan lagu-lagu dari Super Junior?” tanya Geun Yoon.
”Tentu saja. Ayo kita bernyanyi lagu Super Junior!” kataku sambil mencari-cari lagu Super Junior yang ingin kami nyanyikan.
Suara Geun Yoon lembut sekali. Jika disamakan dengan personil Super Junior, dia paling mirip dengan Kyuhyun dan Eunhyuk. Geun Yoon seperti gabungan dari mereka, Kyuhyun dan Eunhyuk. Kyuhyun dan Eunhyuk sama-sama memiliki tampang yang bagus dan keren, serta suara yang bagus pula. Hanya saja, Kyuhyun lebih bagus dan cocok menyanyikan lagu yang iramanya tidak terlalu cepat, sedangkan Eunhyuk cocok menyanyikan lagu yang iramanya cepat atau rap. Menurutku, Geun Yoon cocok lebih cocok menyanyikan lagu yang iramanya tidak terlalu cepat, sama seperti Kyu hyun.  Meskipun dua-duanya sama-sama bagus. Ketika aku memuji suaranya yang indah, dia balik memujiku. Katanya, suaraku lembut dan enak untuk didengar. Aku merasa sangat senang mendapat pujian darinya. Orang-orang di sekitarku memang mengatakan suaraku bagus dan lembut. Hanya saja, entah kenapa pujian dari Geun Yoon membuatku bahagia berkali-kali lipat. Aku berusaha untuk bersikap biasa setelah pujian yang dilontarkannya untukku.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar